Hingga Akhirnya Apatis

Hingga Akhirnya Apatis
Memasuki dunia kampus ternyata bukanlah hal yang mudah. Banyak hal baru yang menghampiri, yang membingungkan dan tentu saja yang menyenangkan. Sosial dan politik sudah menjadi bagian dari diri ini sejak SD (saat itu mata pelajarannya IPS), saat SMP dan SMA sangat menyukai pelajaran kewarganegaraan. Banyak yang berkata bahwa jika mahasiswa memilih menjadi aktivis kampus maka seolah-olah ia memutuskan untuk memasuki dunia pemerintahan. Jika dibayangkan maka sungguh kata ‘WOW’ ini pantas untuk disematkan. Memasuki dunia pemerintahan merupakan salah satu mimpi yang diri ini ingin mimpi itu mampu menjadi kenyataan.
Dunia kampus berbeda dengan dunia SMA. Jika SMA apa yang ingin dilakukan selalu harus dilaporkan dengan pihak-pihak yang terlibat, maka ketika memasuki dunia kampus, apapun yang Anda ingin lakukan maka silahkan lakukan. Bukan berarti tidak ada konsekuensinya, hanya saja konsekuensinya bukan lagi hukuman secara fisik namun hukuman secara sosial. Misalnya dicemooh atau dijauhkan. Inilah dunia kampus.
Sejak kecil selalu diajarkan untuk tetap menjaga nilai-nilai yang baik dan benar (baca: idealisme). Meskipun tak pernah benar-benar memahami makna idealisme itu sendiri. Yang diketahui hanyalah idealisme ini menyangkut prinsip hidup seseorang, prinsip yang benar tentunya, dan yang harus dijaga tentunya. Selalu berpikir bahwa mereka selalu mempunyai pikiran yang sama dengan diri ini. Tapi lagi-lagi pikiran ini salah, sejatinya setiap orang memiliki pemikiran-pemikiran ataupun cara pandang terhadap sesuatu tentu berbeda. Allah memang menciptakan keunikan untuk seluruh ciptaannya, teori sosial yang merupakan ciptaan-Nya juga menyebutkan bahwasanya setiap orang yang kepalanya berbeda tentu berbeda pula pemikirannya. Di awal berpikir mereka adalah orang-orang yang benar-benar menjaga idealismenya atau minimal tidak ingin menyakiti saudaranya sendiri. Sekali lagi salah. Cara pandang kita berbeda. Di awal berpikir mereka orang-orang yang tulus, hingga diri ini berpikir mereka adalah bagian dari keluarga di kampus. Salah lagi. Mereka tidak tulus, mendekati hanya karena punya kepentingan. Mereka bukan bagian keluarga di kampus. Keluarga seharusnya saling menjaga satu sama lain, keluarga seharusnya tidak ada yang dilupakan. Bagi mereka keluarga bukan ini. Ketika tidak dibutuhkan maka dilupakan secepatnya. Jujur sedih rasanya hingga kelopak mata pun tidak mampu membendung air yang mengalir. Hingga hari ini masih berpikir, terus berpikir, apakah mereka saudara manusia ini? Apakah mereka kakak bagi manusia ini? Masihkah mereka pantas untuk menyandangnya? Kekecewaan yang ada sungguh sudah terlalu dalam, menghapusnya sungguh begitu sulit. Tidak pernah membenci mereka ataupun ingin menyakitinya, sungguh. Karena manusia ini tidak menafikan merekalah yang membentuknya. Tapi lagi-lagi kekecewaan ini sungguh sudah penuh sesak. Apa yang seharusnya tidak dilakukan mereka namun ternyata dilihat dan diketahui manusia ini sejak awal perkuliahan sampai saat ini pada akhirnya membuat seorang anak manusia yang awalnya sangat menggebu-gebu semangatnya menjadi sangat apatis. Ya sangat apatis. Mungkin kata ini tidak mampu menggambarkan sesaknya hati yang mereka buat. APATIS mungkin manusia ini pilih untuk menggambarkan akibat sesaknya kekecewaan yang ia rasakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONDISI SOSIAL JAKARTA

MELINDUNGI ASET NEGARA DARI PENJAJAHAN

CIBUYUTAN, POTRET PELOSOK NEGERIKU