MAHASISWA, RIWAYATMU KINI

MAHASISWA, RIWAYATMU KINI
Masih ingatkah kita pada Arief Rahman Hakim, seorang mahasiswa fakultas kedokteran UI yang ditembak mati tahun 1966, mahasiswa yang ikut serta dalam pergolakan mahasiswa dalam merobohkan rezim orde lama? Mungkin saat ini tidak banyak yang mengetahui sejarah pahlawan ampera tersebut. Saat ini namanya pun semakin tenggelam seiring berjalannya waktu. Kebanyakan dari kita hanya mengetahui pergolakan mahasiswa yang terjadi di tahun 1998 yang menewaskan 6 orang mahasiswa trisakti sehingga tragedi ini disebut sebagai tragedi trisakti. Dan tidak banyak pula dari kita yang mengetahui bahwa di tahun 1978 juga terdapat pergolakan mahasiswa namun sayangnya berita tersebut tidak terlalu terexpose seperti tragedi 1998, ini mungkin dikarenakan pergolakan mahasiswa pada tahun itu tidak mampu menurunkan rezim orde baru.
Pergolakan mahasiswa yang terjadi di tahun 1966, 1978, dan 1998 memiliki banyak kesamaan. Kesamaan-kesamaan tersebut antara lain sifat nasionalisme yang sangat tinggi, sama-sama memiliki musuh bersama, satu komando satu perjuangan, bersatu untuk sebuah kebenaran dan keadilan. Namun sayangnya saat ini pergerakan mahasiswa tidak seperti dulu, nasionalisme yang berkobar tidak mampu menggetarkan setiap hati pemiliknya seperti dulu, tidak satu komando satu perjuangan meskipun bergeraknya untuk sebuah kebenaran dan keadilan. Apakah kita masih menikmati romantisme reformasi 13 tahun silam sehingga kita tidak mau keluar dari zona nyaman kita? Bukankah seharusnya tugas kita sekarang mengawal reformasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah oleh abang-abang kita? Banyak hal yang terjadi dengan pergerakan mahasiswa saat ini. Saat kita aksi turun ke jalan saja (maaf) mungkin hanya dijadikan sesuatu yang biasanya dilakukan dan mungkin hanya sebagai simbolis peringatan hari tertentu saja. Bukan tidak mungkin ketika mahasiswa saat ini bergerak banyak yang ditumpangi oleh golongan atau politik yang tidak bertanggung jawab sehingga gerakannya pun tidak lagi murni untuk sebuah kebenaran. Belum lagi saat ini banyak dari mahasiswa yang ketika turun ke jalan tidak paham apa yang mereka suarakan bahkan tidak tahu aksi apa yang sedang mereka jalani dan tidak tahu bagaimana penyataan sikapnya.
Saat ini sedikit sekali mahasiswa yang peduli dengan lingkungan sekitarnya, kebanyakan dari kita disibukkan dengan urusan kita masing-masing. Sadarkah kita bahwa kita memiliki peran sebagai agent of change, social control, dan iron stock dan masih pantaskah peran ini disematkan kepada kita yang nyatanya saat ini masih tidak mau keluar dari zona nyaman kita? Tidak sedikit dari kita yang bertanya “apa sih gunanya aktivis, cuma sok eksis doang, kuliah gak lulus-lulus lagi”, sangat miris ketika melihat mahasiswa yang ternyata bersikap apstis terhadap negerinya sendiri. Mahasiswa sekarang hanya mengejar materi saja, lihat saja banyak yang berpikir pragmatis, kuliah IP bagus lulus dapet kerja that’s it, yang lainnya nothing termasuk urusan masyarakatnya. Hal itu masih mending daripada mahasiswa yang kuliahnya hanya dijadikan sebagai formalitas saja, kuliahnya berantakan, tiap hari kerjaannya ke mall. Ternyata benar perkataan Bung Karno ‘perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri’. Saat ini mahasiswa (sesungguhnya mahasiswa) tidak hanya mengkritik dan melawan pemerintah yang notabenenya orang Indonesia sendiri tetapi ‘the real’ mahasiswa sekarang juga harus menghadapi berbagai celotehan dan sikap yang dikeluarkan oleh mahasiswa yang tidak memahami perannya.
Hal utama yang menjadi perhatian adalah gerakan mahasiswa saat ini bersifat divergen, maksudnya adalah ketika kita memperjuangkan sesuatu kita tidak bersatu, masing-masing mengatasnamakan organisasinya padahal musuh yang dihadapi sama dan tuntutan yang usung pun serupa. Sadarlah kawan, jangankan presiden (yang terbukti sudah dua kali digulingkan oleh mahasiswa) geng ‘setan’ kelas dunia pun bisa kita runtuhkan jika kita bersatu, satu komando satu perjuangan. Inilah yang membedakan gerakan kita dengan mahasiswa dahulu. Seharusnya kita bisa belajar dari sejarah karena jika mengabaikan sejarah bukan tidak mungkin sejarah akan kembali berulang. Mahasiswa dahulu melakukan pergolakan ketika ketidakadilan yang terjadi sudah mencapai batas, haruskah kita bersatu ketika ketidakadilan sudah mencapai batas juga? Seharusnya kita secara bersama-sama mampu melawan ketidakadilan yang terjadi saat ini dan tidak usah menunggu sampai ketidakadilannya over limit. Bukankah kita sama-sama memperjuangkan keadilan dan kebenaran? Ayo bersatu tunggu apa lagi, rakyat membutuhkan bantuan kita, tunjukkan bahwa kita ada untuk mereka, tunjukkan bahwa kita membela kebenaran dan keadilan, riwayat kita masih sangat panjang kawan dan perjuangan kita tidak akan pernah terhenti, keep fighting till the end.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONDISI SOSIAL JAKARTA

MELINDUNGI ASET NEGARA DARI PENJAJAHAN

CIBUYUTAN, POTRET PELOSOK NEGERIKU