Pro Kontra Kebijakan UKT

Pro Kontra Kebijakan UKT
            Beberapa waktu lalu dunia pendidikan tinggi khususnya PTN kembali dikejutkan oleh kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui surat edaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi No.488/E/T/2012 pada tanggal 21 Maret 2012 yang berisi tentang penerapan UKT (Uang Kuliah Tunggal) di PTN. Uang Kuliah Tunggal adalah sistem pembayaran keseluruhan biaya pendidikan di PTN yang dibagi secara merata ke tiap semester, dengan asumsi waktu pendidikan selama 8 semester (4 tahun). Jadi dengan kebijakan ini mahasiswa baru tidak lagi dibebankan biaya yang besar ketika awal masuk PTN serta memperoleh informasi mengenai total biaya yang harus dikeluarkan selama menempuh pendidikan di PTN. Dengan adanya kebijakan ini juga berarti tidak ada lagi pungutan-pungutan liar yang berlalu-lalang karena biaya dari mahasiswa sejak memulai pendidikan sampai mahasiswa tersebut wisuda sudah dibayarkan tiap semester.
            Kebijakan ini tidak serta merta menggulirkan dukungan dari berbagai kalangan khususnya orang tua mahasiswa, penolakan kebijakan ini juga terus bergulir khususnya kalangan mahasiswa yang menilai kebijakan ini masih perlu didalami lagi. Kebijakan ini dinilai sebagai salah satu upaya pemerintah dan rektorat untuk menaikkan biaya pendidikan secara tersirat. Memang secara kasat mata kebijakan ini memperlihatkan keringanan dalam membayar biaya pendidikan di awal, namun jika dikalkulasikan maka jumlah biaya pendidikan yang harus dibayarkan mahasiswa baru justru mengalami kenaikkan jika dibandingkan ketika masih menggunakan kebijakan lama serta besaran biaya pendidikan yang harus dibayarkan tiap semester pun meningkat. Padahal peningkatan biaya pendidikan ini bertentangan dengan surat edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi No. 305/E/T/2012 tentang pelarangan menaikkan uang kuliah pada tahun 2012. Sebagai contoh, biaya pendidikan program studi pendidikan fisika di UNJ dengan jalur reguler jika menggunakan kebijakan lama (pada tahun 2011) sebesar 6000000(semester1)+4000000(semester2)+[6x1400000](semester3-8)=18400000, sedangkan jika menggunakan kebijakan UKT sebesar 2550000x8=20400000. Terlihat jelas adanya peningkatan biaya pendidikan melalui kebijakan UKT. Ini baru satu prodi saja, belum prodi yang lain dan dari PTN lain. Tidak hanya masalah melonjaknya biaya pendidikan akibat kebijakan ini, berbagai pertanyaan akan timbul ketika kebijakan ini diterapkan, misalnya “bagaimana dengan mahasiswa yang menyelesaikan studinya >4 tahun? Apakah menjadi gratis biaya pendidikannya di semester 9 bahkan sampai batas maksimal pendidikan?”. Lalu, “bagaimana dengan mahasiswa yang menyelesaikan studinya <4 tahun? Berarti ada pengurangan pendapatan kampus karena banyak mahasiswa yang lulus <4 tahun?”. Ini sedikit dari sekian banyak dampak atau pertentangan yang harus dipertimbangkan ketika kebijakan UKT diterapkan. Tantangan tidak berakhir sampai di titik ini saja, melainkan semakin besarnya biaya yang dikeluarkan tiap semester akan menambah panjang daftar mahasiswa yang tidak bisa membayar biaya pendidikannya.
Diterapkannya kebijakan UKT ibarat kredit motor, di awal mengeluarkan sedikit namun jika ditotal maka biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar. Diharapakan pemerintah yang dalam hal ini adalah Kemendikbud (Dirjen Dikti) selaku stakeholder kebijakan ini mampu mempertimbangkan kembali kebijakan UKT ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONDISI SOSIAL JAKARTA

MELINDUNGI ASET NEGARA DARI PENJAJAHAN

CIBUYUTAN, POTRET PELOSOK NEGERIKU