MENJADI RAKYAT DI PERSIMPANGAN JALAN


Menjadi Rakyat di Persimpangan Jalan

          Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap manusia akan memiliki suatu waktu dimana dia harus menentukan jalan hidupnya. Pilihan yang muncul pun tidak hanya dua pilihan, bahkan mungkin bisa mencapai tiga atau lebih pilihan. Semua pilihan itu pasti memiliki tanggung jawab dan konsekuensi yang berbeda-beda, jadi dalam menentukannya dibutuhkan pemikiran yang cukup bijak dan matang serta tanpa egoisme pribadi. Hari ini itulah yang saya rasakan. Saya merasa telah menjadi rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan. Saya di hadapkan atas tiga pilihan yang menurut saya cukup sulit. Kalau boleh saya memilih, saya tetap ingin berada di ketiga tempat tersebut. Kenapa? Karena ketiganya telah berhasil membuat saya menjadi pribadi yang lebih terbuka lagi dan telah membentangkan jalan pikiran saya yang sering berpikir pragmatis. 
           Di tempat yang pertama, mungkin tempat ini tidak terlalu saya sukai karena orang-orang yang berada di dalamnya terlihat tidak tulus menjalankan tanggung jawabnya. Untuk esok pun tempat ini harus berjuang keras melawan musuh yang bersemayam di dalam tubuhnya sendiri karena orang-orang yang sangat peduli tempat ini harus pergi ke tempat yang lebih tinggi lagi. Jujur saya tidak peduli terhadap orang-orang yang ada didalamnya tetapi saya peduli terhadap tempat ini. Sama seperti saya peduli dan menginginkan yang terbaik terhadap Indonesia (jika tempat ini diibaratkan Indonesia). Di tempat ini saya teringat ucapan Bung Karno "perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri", itulah yang akan terjadi esok hari di tempat ini. Esok tempat ini harus berjuang dan mengenal siapa teman yang sebenar-benarnya karena teman dan musuh akan bergabung di tempat ini. Saya sangat ingin berada di tempat ini bersama orang-orang yang berjuang di jalan kebaikan ini. Saya tidak ingin hanya menjadi penonton yang melihat pertempuran saudaranya sendiri atau melihat kehancuran tempat ini sendiri, akan sangat menyakitkan jika hal ini terjadi dan saya tidak berbuat apa-apa.
          Ini tempat yang kedua, di tempat ini saya merasa memiliki keluarga. Mereka tidak pernah memaksa saya, mereka sangat menghargai perbedaan yang ada di dalam tubuh mereka. Mereka membantu saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Mereka mengajarkan pada saya betapa kuatnya persaudaraan yang ada di dalam diri mereka. Saya juga ingin berada di jalan juang ini bersama mereka, saya ingin menjadi bagian tubuh mereka, saya tidak ingin hanya menjadi penonton. 
           Ini tempat terakhir yang mereka amanahkan kepada saya. Di tempat ini pikiran saya jauh lebih terbentang daripada sebelumnya. Saya mengerti apa yang terjadi di negara ini melalui tempat ini. Tempat ini menuntut saya untuk berbuat lebih dari apa yang saya bisa. Tempat ini menuntut saya untuk melakukan perubahan dan menyebarkan kegelisahan yang terjadi. Saya juga ingin berada di tempat ini. Saya ingin orang-orang mengetahui apa yang saya ketahui melalui tempat ini. Saya ingin menjadi bagian dari tempat ini, bukan sebagai penonton tetapi sebagai pemain. Kenapa? Karena permasalahan yang coba ditangani tempat ini bukan lagi skala kecil tapi sudah mencapai masalah dalam skala besar. Bisa di bilang matinya tempat ini merupakan kematian juga buat tempat pertama dan kedua. Pencapaian tujuan di tempat ini juga tidak bisa dirasakan dalam satu atau dua tahun melainkan mungkin bertahun-tahun.
               Saya ingin berada di ketiganya, sangat ingin berada di ketiganya. Saya sadar bahwa untuk esok saya harus memilih diantara ketiganya. Jika di tanya prosentasenya maka untuk ketiganya sebesar 33% dan 1% biarlah ALLAH yang menentukan langkah kaki ini. Saat ini saya merasa sebagai rakyat yang bingung dalam memilih jalan, saya bingung untuk memilih pergerakan. Satu hal yang bisa saya pastikan (insyaallah) saya akan terus berbuat dan bergerak karena buat saya DIAM=MATI.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONDISI SOSIAL JAKARTA

MELINDUNGI ASET NEGARA DARI PENJAJAHAN

CIBUYUTAN, POTRET PELOSOK NEGERIKU