Hegemoni Generasi Qur'ani

HEGEMONI GENERASI QUR’ANI

Zaman selalu menggulirkan tahun-tahunnya, begitu pun tahun yang didalamnya terdapat bulan, pekan, hari, jam hingga detik pun akan terus menggulirkan generasi-generasinya. Generasi yang selalu mempunyai warna, warna kebenaran dan kebaikan yang diharapkan ada padanya. Jika dikerucutkan lagi wilayahnya (sebut Indonesia) maka banyak sekali warna yang sudah terlahir, tidak hanya warna kebenaran dan kebaikan tetapi juga sebaliknya yang justru jumlahnya semakin bertambah. Indonesia memang negara yang plural. Banyak budayanya, banyak sukunya, banyak bahasanya, banyak jumlah penduduknya (otomatis banyak generasinya), juga banyak agama yang ada di negeri ini. Yang terbanyak adalah Islam, berarti logikanya generasi Islam juga lebih banyak disbanding generasi agama yang lain. Namun lingkungan berbicara semakin jauhnya kebenaran dan keadilan dari generasi muslim Indonesia. Hegemoni Islam semakin tidak dirasakan dan dihayati generasinya. Hegemoni barat dan hedon-lah yang hari ini ternyata mampu menunjukkan kekuasaannya atas hegemoni Islam. Jika langit dan pepohonan mampu bicara mereka akan mengatakan dan menampakkan kesedihan mereka atas generasi muslim Indonesia yang semakin mengagung-agungkan barat dan hedonisme yang sebenarnya justru membuat mereka jauh dari Allah.

Akulturasi kebudayaan yang hari hadir seolah menegaskan bahwa generasi Qur’ani sudah hilang dari peredaran. Terlihat semakin banyaknya generasi yang “salah jalan” menandakan ada sesuatu yang salah, pendidikan yang salah, pendidikan yang orientasinya tidak dilandaskan Islam. Hari ini semakin terlihat bahwa Al-Qur’an tidak lagi menjadi referensi utama generasi modern. Terlepas disadari atau tidak mereka telah memutarbalikkan Al-Qur’an dari way of life dan divine guidline kehidupan. Imbasnya tentu banyak terutama melihat karakter generasi muslim masa kini. Gelar muslim yang mereka sandang seolah hanya menjadi pemanis dalam biodata mereka saja. Al-Qur’an harusnya menjadi jantung kehidupan mereka sebagaimana Aisyah ketika ditanya tentang akhlaq Rasulullah, Aisyah member jawaban, “Akhlaq Beliau adalah Al-Qur’an”. Al-Qur’an seharusnya menjadi referensi utama yang diadopsi. Wajar saja ketika generasi hari ini banyak sekali memunculkan warna-warna yang sebagian besar warna yang dikeluarkan adalah warna kebathilan, mereka jauh dari Al-Qur’an.

Membicarakan yang ada sekarang memang tidak akan ada habisnya layaknya debat kusir yang hanya berlalu saja. Harapan semua muslim yang hari ini masih memiliki warna kebenaran dan kebaikan tentunya sangat ingin memiliki generasi-generasi yang memiliki karakter Qur’ani tentunya. Ketika generasinya sangat menjunjung dan memahami Al-Qur’an tentu karakter sempurna generasi Qur’ani telah lahir dan siap untuk menebarkan kebaikan dan kebenaran di sekitarnya.

Pendidikan karakter dalam perspektif Islam tentunya pendidikan yang sumber utamanya adalah Al-Qur’an dan karakter yang ingin dibangun tentu karakter yang Qur’ani. Didalam bukunya Sayyid Quthb mengatakan bahwa Rasulullah ingin membentuk generasi yang tulus hatinya, jernih akalnya, orisinil konsepsinya, bersih kesadarannya serta komposisinya bersih. Bukan hal mudah tentunya membentuk generasi yang pada akhirnya memiliki karakter Qur’ani namun bukan suatu yang mustahil tentunya. Hegemoni generasi Qur’ani sudah hibernasi dalam waktu yang sangat lama, sudah saatnya membangkitkan kembali hegemoni generasi Qur’ani yang memiliki karakter muslim sejati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONDISI SOSIAL JAKARTA

MELINDUNGI ASET NEGARA DARI PENJAJAHAN

CIBUYUTAN, POTRET PELOSOK NEGERIKU