Laksamana Keumalahayati, The First Woman Admiral
Indonesia
di abad 16-17 masihlah Indonesia yang berbentuk kerajaan-kerajaan dari sabang
sampai merauke. Perjuangan di abad ini pun sudah melawan imperialisme dan
kolonialisme bangsa lain. Sejarah menunjukkan bahwa ujung bagian barat
nusantara pernah hadir sebuah kerajaan Islam yang tercatat merupakan satu dari
5 kerjaan Islam pada zaman tersebut, Kerajaan Aceh Darussalam.
Kita
tidak membicarakan mengenai Kerajaan Aceh Darussalam, tetapi akan membicarakan
mengenai seorang perempuan hebat nan luar biasa beraninya yang pernah ada pada
zamannya. Dialah Keumalahayati, seorang perempuan yang keberaniannya belum
tentu bisa dilakukan oleh perempuan masa kini. Ia dikenal dengan Laksamana Keumalahayati. Keberanian
Keumalahayati tak lahir dengan sendirinya, dibesarkan dalam keluarga bangsawan
tidak lantas membuat Keumalahayati hidup berpangku tangan. Keberanian yang ia
dapat tak hanya dari jiwa bahari yang dimiliki kakek dan ayahnya yang tak pelak
mempengaruhi kepribadiannya, tetapi juga dari pendidikan agama yang ia tempuh
di Meunasah, Rangkang, dan Dayah hingga akhirnya ketika remaja ia dibebaskan
dalam memilih pilihannya, yakni akademi angkatan laut.
Kesuksesannya
dalam menjalankan amanah yang diberikan Sultan Alaiddin Riayat Syah Al Mukammil
menjadi komandan protokol istana membuat Keumalahayati diangkat menjadi
pemimpin pasukan angkatan laut kerajaan. Perjuangannya dimulai ketika Kerajaan
Aceh menghadapi Portugis di Perairan Selat Malaka. Pertempuran itu memang
dimenangkan oleh Kerjaan Aceh, namun meski begitu kemenangan tersebut harus
dibayar dengan syahidnya suami Keumalahayati sendiri dan 1000 orang pasukan
kerajaan. Sejak saat itu ia bertekad meneruskan perjuangan suaminya yang telah
gugur dan baginya pantang menangisi suaminya yang syahid di jalan Allah. Tekadnya
itu lantas ia tuangkan dalam permohonannya kepada Sultan Alaiddin Riayat Syah
Al Mukammil untuk membentuk armada yang terdiri dari perempuan-perempuan yang
ditinggal syahid suami mereka dalam pertempuran Portugis. Permohonan itu pun
dikabulkan hingga terbentuklah armada yang dinamakan Inong Balee (wanita janda) dengan Keumalahayati sebagai panglimanya
dan ia pun diangkat menjadi Laksamana*. Dibawah kepemimpinannya, armada Inong
Balee menjadi kekuatan laut yang tidak hanya di wilayah Selat Malaka tetapi
juga di wilayah Asia Tenggara, Keumalahayati memimpin pasukan tidak kurang dari
2000 orang dengan kapal yang sangat mumpuni dalam menjaga benteng kerajaan.
Kemampuannya
teruji ketika ia berhasil memimpin pertempuran melawan Belanda yang ketika itu
dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan Frederick de Houtman. Dalam pertempuran
ini Kerajaan Aceh yang dipimpin Keumalahayati berhasil memukul mundur pasukan
Belanda, tak hanya itu, Keumalahayati sendiri yang menanamkan rencong ke dada
Cornelis de Houtman yang merupakan pembukan jalan penjajahan Belanda di bumi
nusantara.
Keumalahayati
sungguh perempuan yang sangat berani, titel Laksamana yang disandangnya tak
hanya karena keberaniannya tetapi juga memang core competencenya di bidang tersebut. Keumalahayati bukan hanya
Laksamana perempuan pertama di Aceh, bukan juga hanya di Indonesia, tetapi ia
merupakan Laksamana perempuan pertama di dunia.
*Laksamana merupakan pangkat tertinggi dalam
Angkatan Laut dibawah Laksamana Besar, setara dengan Jenderal dalam Angkatan
Darat atau Marsekal dalam Angkatan Udara
Komentar
Posting Komentar